WEB BLOG
this site the web

Mereka...Arek Suroboyo Yang Nekad Itu...

Arek Suroboyo. Sebuah istilah indetifikasi pemuda asal Surabaya. Yang secara harfiah berarti Anak Muda.sebenarnya istlah ini bukan Cuma milik Surabaya. Karena di bebrapa daerah di Jawa Timur seperti Jombang, Pasuruan, Mojokerto, dan Malang juga menggunakan istulah yang sama untuk panggilan keakrabannya. Bahkan AREMA adalah anonym dari Arek Malang, untuk mereflexikan semangat anak muda malang.

Tapi entah kenapa. Panggilan “Arek” lebih indentik dengan Surabaya. Dan sepertinya lebih mendarah daging dengan sosio kuturil masyarakat kota industri itu. Ada sebuah kebanggaan ketika disematkannya kata “arek” itu didepan setiap nama pemuda Surabaya. Kata “arek” kemudian mengalami “penyempitan makna” secara gradual, dari makna awal yaitu “pemuda”, menjadi pengejawantahan dari sifat berani, tak kenal takut, dan pantang menyerah.

Hal ini tak lepas dari sejarah kota Surabaya itu sendiri. Dari semenjak berdirinya majapahit, terlihat bagaimana nenek moyang arek-arek Surabaya itu berhasil menghanguskan pasukan china yang kelelahan setelah justru mereka membantu Raden Wijaya merebut kembali kekuasaanya dari singgasana songasari –di daerah malang sekarang ini- (bisa jadi sejarah ini yang mendasari permusuhan abadi antara supporter Persebaya Surabaya Denga Arema Malang). Berlanjut dengan babad sawunggaling, symbol perlawanan abadi masyarakat Surabaya terhadap penjajahan VOC,hingga perlawanan berdarah nan tak terlupakan, tragedy heroik 10 november 1945, dimana Inggris sebagai pemenag pernag dunia pertama dan kedua harus kehilangan muka setelah salah satu komando tertinggi mereka (Brigjend Malaby) tewas terpanggang di tangan arek-arek suroboyo.

Bayangkan, betapa berani Arek_arek Suroboyo itu. Betapa Menyala semangat mereka. Seakan-akan mereka siap menjadi benteng terakhir pertahanan Negara kalau memang dibutuhkan. Sebuah karakteristik khas kota indutrsi / pekerja. Dan karakter ini kemudian bercampur dengan “imigran” pesisir tapal kuda yang punya sifat tak kalah “beringas”. Karakter tegas, apa adanya, terang-terangan, dan pekerja keras menyatu dalam satu lingkungan dengan backround fanatisme yang mendarah daging. Fanatisme Agama, Fanatisme kedaerahan, fanatisme organisasi, fanatisme golongan, fanatisme partai sampai fanatisme ormas tumbuh subur dalam kondisi masyarakat seperti ini.

Semangat inilah yang menjadi dongeng sebelum tidur di setiap anak-anak kecil kota Surabaya. Semangat inilah yang senantiasa berhembus dari obrolan warung kopi hingga meja bilyard. Semangat inilah yang kemudian menjadi semacam afirmasi yang dating terus menerus di segenap fikiran pemuda-pemuda Surabaya. Maka jangan heran kalau semangat ini akan antum temui disetiap perbincangan antum dengan mereka. Terkadang bagi yang belum terbiasa, mungkin akan menemukan kesan kasar dari guyonan dan obrolan mereka. Hal ini juga sering pada suatu waktu memancing kealah fahaman dengan –bahkan- sesama orang jawa namun dengan budaya yang berbeda

Sayang memang, semangat yang begitu membara ini terkadang menjadi over dosis yang akhirnya membuat kondisi yang kontra produktif. Keberanian Arek Suroboyo yang seharusnya bermuara pada semangat berani mencoba hal yang baru dan mempertahankan kebenaran, justru berakhir pada sikap yang penting berani, meski untuk hal-hal yang tidak penting sama sekali. Sikap pantang menyerah yang seharusnya bermuara pada tradisi ulet dan sabar bagi generasi muda Surabaya justru disikapi sebagai sikap tak kenal takut bahkan kepada aturan hukum sekalipun. Sikap heroisme Surabaya yang seharusnya memunculkan sikap patriotik dan nasionalisme kebangsaan, justru melahirkan fanatisme kedaerahan yang sangat-sangat sempit.

Hal inilah yang menghinggapi pada hamper 35.000 superter Bondo Nekad (Bonek) yang juga sama bangganya dengan nenak moyang mereka ketika menyandang nama Arek Suroboyo. Bagi mereka, semua tindakan mereka yang secara membabi buta membela (fanatisme) klub kesayangan mereka adalah halal dan syah. Yak arena mereka itu Arek Suroboyo dan berani, tak kenal takut, dan ‘patriotic’ itu. Membakar bendera supporter lawan adalah halal sebagai konsekuensi berhadapan dengan Persebaya, kebanggaan arek Surabaya. Melempari pemain lawan ketika persebaya kalah adalah syah sebagai tindakan Arek Surabaya. Karena Persebaya tidak boleh kalah, karena kekalahan bukanlah sifat arek suroboyo. Ngamuk, semaunya sendiri, makan tanpa bayar, merampok pedagang bakso di stasiun, adalah wajar sebagai symbol keberanian dan keunggulan trah sawunggaling, sebagai pembuktian sifat tak kenal menyerah pahlawan-pahlawan mereka seperti dulu, dan juga wujud semangat pantang mundur raden wijaya…nenek moyang mereka…

Maka jadilah fanatisme salah kaprah itu sebagai jalur pilihan mereka dalam “perjuangan” membela klub sepak bola yang di cintainya. Simbolisme persebaya sebagai “bajul” alias buaya sebagai bintang yang ganas, buas, dan sedia selalu menerkam turut serta membiaskan makna arek suroboyo yang sesungguhnya. Dan satu lagi juga, Surabaya adalah ibu kota Jawa Timur!! Jadi semua kabuoaten di jawa timur harus “tunduk” kepada Surabaya. Karena ini ibu kota propinsi bung… Maka ARema Malang, Persik Kediri, Persekabpas Pasuruan, dan klub sepak bola yang lain tidak boleh “menyaingi” kebesaran tim ibu kota ini. Sebab hanya arek-arek Suroboyo yang menereka anggap paling pantas menjadi representasi Jawa Timur. Bukan yang lain….

Sahabat Pejuang…

Tulisan ini bukanlah pandangan umum saya kepada segenap warga Surabaya (yang juga berhak di panggil “Arek Suroboyo”). Ini hanyalah ungkapan kekesalan saya sebagai penikmat sepak bola, termasuk sebagai supporter yang 3 kali “pindah hati”. Sebagai Bonekmania, sebagai Aremania, dan sekarang sebagai Bobotoh Vikings. Ungkapan kekesalan yang sebenarnya saya tujukan kepada segenap supporter sepak bola yang punya fanatisme buta seperti bonek ini, yang jumlahnya juga jutaan disetiap klub di Indonesia.

Tapi kenapa bonek yang saya “semprot”?? Ya karena memang hanya mereka yang bener-bener Bondo nekad, tanpa perhitungan, tapi hasilnya konyol. Biasanya, jikalau sebuah klun sepak bola bertandang keluar daerahnya, maka supporter yang mengikutinya biasanya supoeter yang berduit. Yang biasanya juga tingkat kesadaran “kemanusiaannya” tinggi. Mereka bayar tiket, bayar ongkos transport, bayar makan mereka, bahkan semapt beli souvenir di kota tersebut. Tapi lain dengan bonek, mereka yang berangkat mendampingi persebaya adalah kaum urban yang benar-benera nekad. Coba antum banyangkan bagaimana mungkin seorang supporter berangkat ke Bandung hanya dengan uang Rp 3000 ?? Dan yang seperti itu jumlahn ya banyak…Ribuan…Mereka berfikir, yang penting berangkat dulu, cari makan soal gampang. Sehingga akhirnya penjarahan menjadi alternative pilihan yang paling “masuk akal” .

Sekali lagi, tulisan ini bukanlah tendensius menyiratkan kebencian saya kepada warga Surabaya. Karena saya punya banyak kenalan, rekan, kawan, santri, bahkan saudara di kota pahlawan itu. Yang mereka semua sama sekali tidak brangasan. Mereka yang betul-betul mempunyai sifat berani untuk mencoba hal baru yang positif. Mereka yang benar-benar tak kenal menyerah, untuk mencari setiap peluang usaha dan ilmu nyang bermanfaat. Mereka yang punya semangat heroisme dan kebangsaan yang begitu menggebu untuk menjadikan Indonesia sebagai penuasa ekonomi baru. Mereka yang begitu “kerasukan” arwah Raden wijaya untuk membangun imperium sekelas majapahit yang kekuasaanya lebih luas dari Negara Indonesia sekarang ini. Mereka yang bersikap mandiri dan anti penjajahan seperti sawunggaling dan Sarip tambak yoso yang tak henti membenci kompeni. Mereka yang humoris dan selalu membuat saya tertawa dalam kesejukan nasehat yang bijaksana. Mereka yang masih setia mendendangkan sholawat dan alunan istighotsah untuk kemenangan nurani bangsa ini. Mereka yang tak henti berbagi dalam semangat satu untuk negeri. Mereka yang menganggap kita semua sebagai saudara tanpa memandang darimana asal kita. Mereka yang “bondo nekad” untuk berjuang mandiri dari sebuah ketiadaan menjadi pengusaha besar dan politikus yang piawai…..

Dan mereka jumalahnya masih banyak…Insya Allah lebih banyak dari “Arek Suroboyo” palsu yang merusak dan menipu untuk sebuah kebanggaan semu…Yang rela mati untuk sebuah klub sepak bola, yang kelak di akherat ditanya sama Allah juga sama sekali tidak….Yang datang ke stadion jam 3 sore untuk menyaksikan pertandingan pada jam 6 petang dan selesai pukul 9 malam…(lalu kapan mereka sholat ashar dan maghrib?? )….Sungguh jumlah mereka lebih banyak dari yang palsu itu…sangat banyak…dan saya yakin yang membaca tulisan ini adalah Arek Suroboyo yang sesungguhnya itu…

Insya Allah…
 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies