WEB BLOG
this site the web

Bisa Bicara Itu ternyata Penting

Beberapa hari yang lalu, saya mendapat telfon dari teman lama saya di Malang. Seorang rekan kerja dulu ketika saya masih aktif menjadi marketing untuk Produk Bussines Installment Loan di sebuah Bank Asing di Malang. Dulu kami sempat satu tim, sebelum akhirnya saya memutuskan untuk “menyeberang” ke LKMS Mozaik. Dia lulusan perguruan tinggi negeri ternama di Malang. Sangat cerdas dan berbakat. Sebagai rekan tim, saya banyak belajar dari caranya begitu menyederhanakan masalah (bukan menyepelekan). Target pencapaian 2 Milyar per Tim dalam sebulan terasa ringan dan bukan sebuah beban berat ketika di bicarakan dengannya.

Ketika saya pindah ke Mozaik, saya dengar dia sudah diangkat jadi manajer regional area Malang di bawah otoritas co-director area Indonesia Timur. Saya tidak terlalu heran mendengarnya. Karena memang karakternya sangat tepat untuk dianhkat menjadi manajer pemasaran produk perbankan itu.

Tapi saya sungguh terkejut, ketika di telpon beberapa hari yang lalu dia justru mengeluh, bahwa sekarang kondisi tim marketingnya turun. Target-target yang di berikan tidak pernah ter-realisasi, pendapatan stagnan, dan fluktuasi kepuasan konsumen justru menun jukkan garis dekadensi yang agak drastis. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar dari saya. Bagaimana itu bisa terjadi, padahal dulu ketika dia masih berstatus sebagai leader tim saja, target yang dibebankan bisa tercapai berapapun jumlahnya. Lalu kenapa ketika otoritasnya bertambah dengan diangkatnya posisinya sebagai manajer area Malang, justru prestasinya seret??

Dengan suara agak berat, di ujung telpon dia bercerita, bahwa dia bahkan sekarang sudah kehilangan semangat kerja. Gara-garanya sepele, menutrutnya, gaya kepemimpinan atasannya (co direktur area Indonesia timur yang baru) sangat berbeda dengan yang dulu. Dia mencontohkan dari gaya menyapa di telpon saja, sangat berbeda dengan yang dulu. Ketika jaman Pak Robert (nama co direktur area yang lama) menyenangkan sekali cara berkomunikasinya. Santai, tenang, akrab, dan sungguh sangat fariatif cara menyampaikan instruksinya. Maka jangankan harus menerima telfonnya, dia bahkan rela kehilangan pulsa untuk menelpon atasan lamanya itu hanya untuk mendengar instruksi atau sekedar curhat tentang timnya kepada dia.

Sedangkan Co director yang baru justru sebaliknya. Gaya bicaranya monoton, nada bicara yang rendah, gaya instruksi yang text book (mirip gaya menteri murdiono di jaman ORBA dulu katanya), materi bicarnya yang hanya berkutat soal kerja kerja dan kerja (agak kurang humanis gitu lah), dan yang target yang dibebankan selalu nampak “mengerikan” untuk dilaksanakan. Maka kata teman saya itu setiap kali ada telefon dari atasan barunya itu kini, laksana sebuah terror baginya. Jangankan suruh koordinasi, bahkan menerima telfonnya pun dia sudah hamper tidak mau. Sebab nada dan iramanya dia sudah hafal (saking monoton-nya)….

”Hallo…selamat pagi pak Priyo (nama teman saya itu), gimana kabarnya pak priyo?? Sehat2 kan?? Bagaimana planning hari ini?? Siap lending berapa pak? Bagaimana dengan penanganan klien kita yang kemarin?? Kok masih belum ada perubahan pak??...bla…bla…Gubraaaakk…!!! Telfonnya jatuh….(atau sengaja dijatuhkan ya??) Dan itu terjadi setiap hari…setiap hari…tanpa jeda..katanya mengakhiri cerita…

Saya tertawa ngakak mendengar ending dari ceritanya tadi. Sudah begitu parah rupanya “tekanan batin” yang di derita teman saya itu, sehingga sampai memperngaruhi kinerjanya. Tapi dibalik tawa saya, tersirat sebuah kesan, betapa ternyata cara bicara seseorang itu jauh lebih memperngaruhi daripada konten pembicaraan itu sendiri. Antum boleh seorang professor, Dr, Ir, Ahli ekonomi, sarjana Akuntansi, Kyai, lintah darat atau bahkan supir becak sekalipun, yang pertama kali menarik perhatian orang adalah gaya bicara anda, baru setelah beberapa saat orang akan mencerna, apakah isi pembicaraan antum.

Sebagai pemimpin, ada kalanya kita memang beranggapan bahwa sub ordinat kita adalah “target” dari segala beban yang dibebankan kantor kepada kita. Sub ordinat adalah objek atau “kendaraan” untuk sederet perintah dan instruksi peningkatan target dan kinerja perusahaan. Terkadang kita menganggap sub ordinat adalah bagaikan sebuah system statistic logaritma yang dengan pasti kita rumuskan, bahwa kalau Log, atau Sinus …sekian sekian akan menghasilkan Cosinus dan atau tangen …sekian sekian… sehingga diibaratkan segala instruksi kita haruslah berupa huruf-huruf dan angka-angka mati tanpa estetika penyampaian. Instruksi kita adalah ibarat rumus-rumus perintah computer seperti Ctr+Alt+Del = Program Off, sehingga instsruksi muapun coaching kita pun terdengar seperti ketukan tuts keyboard yang monoton dan hambar.

Seni berbicara. Ya itulah kuncinya. Sub ordinat kita adalah makhluk hidup-lebih spesifik lagi adalah manusia- yang dilengkapi dengan sederet software emosional di dalamnya. Marah, sedih, senang, tegang, tertekan, bingung, putus asa, dan bentuk emosional lain yang melingkupinya, yang jelas jauh lebih berharga dari hardware yang Nampak di penglihatan kita, atau sekedar suara yang kita dengarkan via telepon. Software itulah yang justru sebenarnya menjadi modal pokok yang perlu senantiasa di upgrade dan di screening dari sekian banyak virus yang pasti akan dating disetiap aktifitas lapangan yang dihadapinya. Dan cara terbaik untuk “defrag” dan maintenance kepada software sub ordinat kita adalah dengarkan, simpati, dan ajak bicara…hati ke hati…dengan bahasa mereka, dengan software mereka….

Kita ini terkadang memang lucu. Kepada anak-anak kecil saja kita berusaha mati-matian untuk adapatasi dengan gaya bahasa mereka. Dari mulai suara yang dikecilkan, lalu bicara yang di cedal-cedalkan. Sambil bertingkah lucu. Tak lain dengan tujuan agar bahasa kita dimengerti mereka. Agar makusd kita difahami mereka. Tapi dengan orang dewasa - karena mungkin merasa orang dewasa itu mudah mengerti- jadi malah kita terlalu sering menempatkan posisi dan bahasa kita dibanding menempatkan diri kita pada posisi lawan bicara kita. Kita terlalu “khusnudzan” dengan sering beranggapan bahwa sub ordinat kita pasti mengerti dan faham dengan apa yang kita sampaikan dan sejalan dengan apa yang kita inginkan. Inilha yang saya sebut diatas sebagai anggapan bahwa sub ordinat adalah sebuah system alogaritma kompleks seperti robot yang akan menghasilan outpun yang sama ketika perintah yang sama kita ketikkan.

Sehingga yang sering kita sampaikan terkadang bersihat instruktif dan bukan inter –komunikatif. Sering kita sampaikan…”Target kita bulan ini adalah sekian, sudah tercapai berapa??”…”Gimana collector antum, apa sudah menyampiakan pesan saya kemarin?”…”Hari ini lending berapa?? Ingat target ya…”…Yup, pada mulanya memang perkataan seperti ini wajar, output awalnya juga mungkin sama. Tapi ya itu tadi, jangan berharap hasilnya akan sama pada kali kesekian antum “menyapa” sub ordinat antum dengan pola yang sama tersebut. Karena sekian hal telah terjadi. Sekian peristiwa telah dialami oleh mereka. Dari mulai dibentak nasabah, diancam, kehujanan, masalah di rumah tangga mereka, bebrapa kesalahan kecil yang berkibata fatal, dan sekian banyak yang lain.Bisa jadi sekian peristiwa itu kemudian menjadi sampah di memory mereka yang perlu kita “defrag” biar menjadi sesuatu yang usefull, jadi sebuah pembelajaran dan bukan lagi sebuah beban.

Maka perubahan pola sapaan mutlak diperlukan. Mari kita belajar mengakrabi kesenangan sub ordinat kita. Terbayang kan, kalau diantar sekian beban yang menumpuk di memory mereka, lalu kita kembali menghujani memory itu dengan segenap istilah monoton instruksional lagi?? Target?? Lending?? Kredit Macet?? Lap Mingguan?? Lap Harian?? Hasil colekan?? Dan istilah lain??

Percayalah sobat pejuang. Tanpa kita minta pun. Segenap sub ordinat kita pasti juga memikirkan segala permaslahan tersebut. Yang perlu kita lakukan hanya mengingatkan mereka dngan bahasa yang lain. Dengan gaya bahasa yang lebih segar. Lebih gaul kata anak sekarang…Tidak susah kok..Mudah sekali…Hargai saja dulu apa yang dikerjakan sub ordinat antum, sekecil apapun prestasi itu (meskipun Cuma bisa “memaksa” seorang nasabah untuk pelunansan bulan itu misalnya) berikan apresiasi yang luar biasa. Seakan dia sudah membuat antum bangga dengan prestasinya itu. Akan sangat manusiawi kalau sub ordinat kita akan mengulang lagi bahkan mengingkatkan hal kecil yang menurut antum membanggakan itu. Saya dan siapapun itu akan merasakan hal yang sama. Coba antum puji teman kantor antum setulus-tulusnya dengan ungkapan ….”Wah, dasi antum cocok sekali tuh dengan baju antum, pasti mahal ya??”…saya super yakin, seyakin yakinnya…minggu depan dan disetiap kesempatan berjumpa dengan antum, orang itu akan memakai baju dan dasi yang antum anggap cantik itu…

Lalu coba rubah kata-kata kita dengan belajar sedikit analogi…Contohnya kalau sub ordinat antum hobi sepak bola, coba rubah item-item monoton itu dengan item sepak bola…Contoh…

”Wah, sudah berapa gol nih bulan ini?? Masa arema ga bisa bikin gol…yang semangat ya..meski sudah injury time, tapi coba antum ingat, berapa banyak tim sepak bola yang menang di detik-detik akhir…jangan smapai degradasi ya…terus kejar bola, tending ke gawang sebanyak-banyaknya, meleset ga masalah, sebab suatu waktu pasti antum akan bikin goal juga…target kita champion rek… “

Nah, apa menurut antum susah merubah bahasa dengan gaya seperti itu. Tidak susah kan?? Istilah –istilah lain berserakan di web internal, di web berita lain di internet, di Koran, berita TV dan sebagainya up date aja informasi antum, maka bahasa antum akan terimbas juga…kalau tidak, siap-siap aja sub ordinat antum akan mengindar bertemu atau menerima telfon dari antum dengan berbagai alasan, meski inti alalasannya adalah…Bosan dengan segala item monoton yang menumpuk di memory internalnya…..

Yang terakhir, coba jadi rekan yang baik bagi sub ordinat antum. Coba jadi temen curhat yang menyenangkan buat mereka. Tak perlu bingung buat ngasih solusi buat mereka, karena terkadang, antum mau mendengar masalah pribadi mereka saja sudah merupakan ketenangan tersendiri bagi mereka. Mainkan dan optimalkan software-software mereka. Sering-sering aktifkan anti virus buat mereka. Jadi rekan yang bijak. Bahasa yang segar dan fariatif. Saya yakin segala potensi itu akan berdampak luar biasa. Instruksi antum akan didengar dengan wajah ceria. Target-target dari antum akan terdengar bak alunan music nan berirama. Dan telfon ataupun pertemuan dengan antum, akan selalu dirindukan, laksana kekasih menunggu sapaan dari orang yang dcintainya….

Sederhana bukan?? Selamat mencoba…
 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies