WEB BLOG
this site the web

Laksana Busur Panah

Istriku menunjukkan sebuah sms dari temannya di Ponorogo, yang isinya kurang lebih mnta nasehat bagaiman biar hatinya siap untuk pergi mendampingi suaminya ke luar Jawa, dan meninggalkan pekerjaan di sebuah rumah sakit swasta di sana. Dia tahu bahwa dia memang harus menemani suaminya, tapi hatinya masih takut untuk menyeberang. Masih ragu, untuk bagaiman hidup di tanah orang, setelah bertahun-tahun menyatu dengan tanah kelahirannya di kota Reog.

Aku tersenyum menggoda kepada Istriku. Mengingatkan bahwa diapun sempat punya pengalaman yang sama sebelum saya yakinkan untuk bersama “merantau” ke Bandung. Sedikit bernostalgia, saya pun kembali menceritakan apa yang dulu saya pernah sampaikan kepada istri saya untuk menghapus keraguan itu. Gerimis kota Bandung sore itu, secara reflek membawa ingatan kami 3 bulan yang lalu, di sekitar komplek stadion Gajayana Malang…Ditemani Dua Mangkuk Angsle (minuman hangat khas malang), dua piring nasi liwet dan udang bakar madu,sambil sesekali tersenyum melihat tingkah polah si kecil yang baru belajar berjalan, sembari mengenang masa lalu,merangkai masa kini, dan mencoba merenda-renda masa depan, mulailah saya sampaikan sebuah nasehat dari Imam Syafi’I tentang merantau….

*Pergilah (merantaulah) dengan penuh keyakinan, niscaya akan engkau temui lima kegunaan, yaitu Ilmu Pengetahuan, Adab, pendapatan, menghilangkan kesedihan, mengagungkan jiwa, dan persahabatan.
* Sungguh aku melihat air yang tergenang membawa bau yang tidak sedap. Jika ia terus mengalir maka air itu akan kelihatan bening dan sehat untuk diminum. Jika engkau biarkan air itu tergenang maka ia akan membusuk.
* Singa hutan dapat menerkam mangsanya, setelah ia meninggalkan sarangnya. Anak panah yang tajam tak akan mengenai sasarannya, jika tidak meninggalkan busurnya.
* Emas bagaikan debu, sebelum ditambang. Pohon cendana yang tetancap ditempatnya, tak ubah seumpama kayu bakar (kayu api).
* Jika engkau tinggalkan tempat kelahirnmu, engkau akan menemui derajat yang mulia ditempat yang baru, dan engkau bagaikan emas sudah terangkat dari tempatnya.

Imam Madzhab besar itu dengan indah menyampaikan. Bahwa merantau bukanlah sebuah cela atau hal yang menakutkan. Berpindah tempat untuk sebuah tujuan mulya adalah saran menambah pengetahuan, membuka wawasan, saling berkenalan dengan budaya orang lain, mengangungkan jiwa karena serasa mengangkat orang lain sebagai saudara laksana saudara kandung di kampung, dan yang paing indah tentunya, menambah eratnya ikatan silaturahmi…Ada senyum yang berbeda, ada canda yang berbeda, ada khasanah yang baru, dan seribu satu cerita baru yang kan mengalir dalam pena dan buku harian kehidupan kita

Sang Imam besar-pun mengumpamakan perjalan hidup kita ibarat air yang mengalir. Coba kita lihat, kalaulah Air itu mengalir dengan lancer, dia akan mampu menembus segala apa rintangna yang coba menghadangnya. Dia akan senantiasa bersih, jernih dan suci. Lebih dari itu, Air yang mengalir itu mensucikan. Bukankah dalam ajaran Agama kita, kita dianjurkan untuk bersuci dengan Air yang mengalir?? Tapi coba lihat jikalau Air itu menggenang. Meskipun jumlah Air itu banyak, tapi kalau dia tidak mengalir dan terjemur (musyammas), maka hukumnya adalah makruh untuk bersuci dengannya. Air yang diam lama-kelamaan juga akan membusuk, menjadi sarang nyamuk dan sarang penyakit. Dia tidak layak dikonsumsi, bahkan akan membawa mudharat bagi orang yang meminumnya.

Demikian juga kita, jikalau hidup senantiasa dalam pola hidup yang sama sebagaimana di kampung, maka apa yang akan kita dapat? Kita hanya akan terbiasa memahami adat orang sekampung, memahami bahasa orang sekampung, dan tentu akhirnya hanya akan bermanfaat bagi lingkungan kecil dikampung…Padahal pesan Nabi, sebaik-baik manusia adalah yang senantiasa bermanfaat bagi orang banyak..Bisa jadi kita akan merasa benar sendiri, merasa besar sendiri, merasa saleh sendiri, padahal diluar sana, ada yang jauh lebih segalanya dari kita…Segarlah pengetahuan bagi mereka yang sedia merantau…memperbarui adat dan syara’…memahami lebih baik dengan membaca kitabullah…

Coba juga lihatlah Singa di Alam Rimba, kapankah dia kenyang mendapatakan mangsanya?? Apakah ketika dia tidur dan bersantai di sarangnya?? Tentu saja tidak, seekor Singa yang gagah sekalipun harus pergi keluar sarang untuk memburu mangsanya, dan ditakuti warga Rimba lain. Juga coba lihat anak panah itu. Meski setajam apapun dia, sedahsyat apapun sakit yang diakibatkan olehnya. Itu semua baru akan terasa apabila anak panah tersebut sudah meluncur dari Busur-nya menuju sasarannya. Tak kan terasa apa saktinya, jikalau masih terdiam di busurnya…..

Kitalah Singa dan anak panah itu. Sangat sedih melihat banyaknya pengangguran di negeri ini, sedangkan bumi Allah sangatlah luas. Ada milyaran ikan di samudra luas, ada Milyaran bintang di angkasa, ada jutaan hektar sawah tergolek sedih menunggu penggarap, ada milyaran manusia membutuhkan berbagai jasa, menunggu kita seberang sana. Itulah “mangsa” yang layaknya senantiasa kita harus kejar. Itulah sasaran yang kita hendak tuju. Maka lepaskan diri kita dari busur itu, dan terbanglah menembus ruang dan waktu… menembus segala takut dan ragu…berubah laksana ulat menjadi cantiknya kupu-kupu…

Dan yang terakhir, imam syafi’i mengibaratkan kita sebagaimana emas yang bercampur pasir. Tak ada nampa keindahan pada mulanya. Emas baru akan Nampak indah dan mahal, ketika dia terpisah dari debu tambang. Di basuh dan diolah sedemikan rupa sehingga menjadi indah. Pun demikian juga kayu cendana yang amat mahal itu, keindahannya baru akan berbeda ketika dia keluart dari hutan yang membuatnya tertutup oelh pohon lainnya. Cendana akan namapk kokoh dan gemilang ketika dia dibawa keluar dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kalaulah bukan karena itu, maka cendana itu tak ubahnya seperti kayu bakar yang tak berharga

Coba kita lihat diri kita ini. Siapaah diri kita ini dulu di kampung. Hanya seorang muda yang senang bersenda gurau dengan rekan sesame kita. Lalu cobalah lihat setelah kita merantau. Dengan penambahan ilmu dan budaya kita. Dengan bertambahnya rekan dan saudara kita. Bukankah kita menjadi terasah untuk bisa hidup lebih baik dan sejahtera?? Kitalah ibarat emas dan kayu cendana. Diam ditempat adalah sama artinya membiarkan kandungan keindahan pada diri kita menjadi sebuah nilai yang yang tak berharga…Dan sang Imam mengakhiri nasehatnya…:

Jika engkau tinggalkan tempat kelahirnmu, engkau akan menemui derajat yang mulia ditempat yang baru, dan engkau bagaikan emas sudah terangkat dari tempatnya.

*** Hujan semakin deras mengguyur..Kali ini kulihat mata Istriku berkaca-kaca lalu pelan-pelan meminta izin meminjam bahuku untuk meletakkan kepalanya dengan manja. Aku tak keberatan tentu saja..Lalu tanganya yang lembut memgang tanganku lalu menciumnya dengan penuh cinta…Kemudian dibukanya tanganku, dan diletakkan hape di atasnya…suara merduanya lirih terdengar…

“Ayah…tolong balas sms dari teman Bunda ini ya…Biar hatinya kuat , Jujur, bunda ga bisa ulangi apa yang sudah ayah sampaikan barusan ”

Aku tersenyum…Ya Rahman…semoga kemesraan ini terus terjaga…..

0 komentar:

Posting Komentar

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies